TULUNGAGUNG, FaktualNews.co–Selama tiga tahun terakhir, kasus kekerasan anak dan perempuan di Tulungagung mengalami kenaikan. Bahkan pada tahun ini ada dua korban yang meninggal akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Maka dari itu, untuk menekan kasus kekerasan anak dan perempuan, Polres Tulungagung membentuk Satgas Perlindungan Anak dan Perempuan, (26/07/2022).
Kapolres Tulungagung, AKBP Eko Hartanto menuturkan, dengan kondisi saat ini yang marak kekerasan terhadap anak dan perempuan, Polres Tulungagung serta melibatkan lintas sektoral membentuk Satgas Perlindungan Anak dan Perempuan di Tulungagung. Hal ini bertujuan untuk mencegah, mengatasi dan pemulihan terhadap kasus yang melibatkan anak dan perempuan.
“Pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan tentu akan diberikan tindakan secara tegas. Sedangkan untuk korban anak dan perempuan, akan mendapatkan pemulihan trauma healing melalui Satgas Perlindungan Anak dan Perempuan ini,” tuturnya.
Eko berupaya akan berkoordinasi dengan Pemkab Tulungagung untuk membuat gedung “Save House” untuk menangani trauma korban kekerasan anak dan perempuan. Hal ini sangat pentinga sekali untuk para korban, agar segera cepat pulih atas pengalaman pahitnya.
“Kami berencana akan buat save house bagi korban kekerasan. Selain itu, dengan adanya Satgas Perlindungan Anak dan Perempuan ini, bisa mempermudah korban untuk melakukan speak up atas kekerasan yang dialaminya,” katanya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Agung Kurnia mengatakan, pada 2020 setidaknya ada 45 kasus kekerasan anak dan perempuan di Tulungagung. Di antaranya 13 kasus persetubuhan anak, 6 kasus pecabulan anak, 7 kasus penganiayaan anak, 1 kasus penelantaran anak, 2 kasus pencabulan orang dewasa, 16 kasus KDRT.
“Sedangkan pada 2021 tercatat ada 56 kasus, yang terdiri dari 11 kasus persetubuhan anak, 6 kasus pencabulan anak,13 kasus penganiayaan anak, 2 kasus penelantaran anak, 5 kasus pencabulan dewasa, 2 kasus pemerkosaan dan 17 kasus KDRT,” ujarnya.
Agung menjelaskan, angka kekerasan anak dan perempuan di Tulungagung mengalami kenaikan. Pasalnya, hingga pertengahan tahun 2022 saja, kasus kekerasan anak dan perempuan sudah mencapai 51 kasus. Yakni, 6 kasus persetubuhan anak, 2 kasus pencabulan anak, 18 kasus penganiayaan anak, 1 kasus penelantaran anak, 3 kasus pencabulan dewasa, 2 kasus pemerkosaan, dan 19 kasus KDRT.
“Bahkan 2 orang meninggal dunia karena kasus KDRT di Tulungagung pada tahun ini. Sedangkan kenaikan kasus penganiayaan terhadap anak terjadi melibatkan oknum perguruan pencak silat,” jelasnya.
Menurut Agung, selama ini belum ada penyelesaian kasus pencabulan terhadap anak menggunakan diversi. Diversi diberikan kepada pelaku anak dalam tindak pidana kekerasan dan pencurian. Sedangkan jika sudah menjadi residivis jarang sekali diberi diversi.
“Kalau tersangka pencabulan, kami belum pernah mengeluarkan diversi,” pungkasnya.(hammam)