FaktualNews.co

PASCA DIUNDANGKAN OMNIBUS LAW

PPNI Siap Perjuangkan Kendala Pengurusan STR dan SIPP Anggota

Kesehatan     Dibaca : 923 kali Penulis:
PPNI Siap Perjuangkan Kendala Pengurusan STR dan SIPP Anggota
FaktualNews.co/Istimewa.
Acara seminar hybrid yang diadakan DPD PPNI Surabaya.

SURABAYA, FaktualNews.co-Pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup bagi perawat seiring dengan pemberlakukan Omnibus Law menimbulkan permasalahan sendiri bagi tenaga kesehatan tersebut.

Pasalnya, demikian itu berdampak pada STR perawat yang sudah mati (non aktif) karena alur pengurusan (sistem) yang lebih panjang.

Permasalahan tersebut diangkat pada seminar hybrid yang diadakan DPD PPNI Surabaya, Minggu (28/1/24).  Kegiatan tersebut dihadiri jajaran pengurus DPD Surabaya, seluruh pengurus dari 62 Dewan Pengurus Komisariat (DPK) se-Surabaya.

Dalam sambutan Ketua DPD PPNI Surabaya, Dr. Nuh Huda mengatakan, perubahan undang-undang terkait  mekanisme penerbitan STR seumur hidup serta transisi data dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) ke data satu sehat Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) menimbulkan beberapa masalah yang merugikan bagi perawat.

“Berdampak pada STR perawat yang mati, pihak faskes tidak mau tahu dan berdampak pada sosial ekonomi mereka, take home pay yang diterima perawat sampai tidak dapat bekerja atau dirumahkan. Namanya satu sehat tapi belum benar-benar sehat,” ujar Nuh Huda.

Lebih lanjut Nuh Huda menjelaskan untuk itu pada seminar ini dihadirkan beberapa narasumber untuk menyampaikan perubahan-perubahan terkait undang-undang yang terbaru. Perlu langkah-langkah konkret  untuk kepentingan anggota PPNI.

Seperti diketahui sejak disahkan Omnibus Law,  salah satu yang hilang dari kewenangan PPNI adalah registrasi STR dan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP). Dimana kewenangan tersebut diambil alih Kementerian Kesehatan dengan proses admininistrasi lebih panjang dan butuh waktu lebih lama.

“Perlu kami sampaikan DPD PPNI dan seluruh DPK masih solid di mana anggota kita sekitar  17.447 perawat dengan 61 DPK dan kali ini sekalian barusan kita lantik DPK baru menjadi 62 yaitu dari RS Ubaya.  Ini menunjukkan PPNI Surabaya sangat Solid dan bersatu,” paparnya.

Usai seminar, acara dilanjutkan dengan rapat  kerja daerah (Rakerda), menurut Huda hal ini sebagai amanah AD ART PPNI. Rakerda dilakukan satu kali dalam satu periode 5 tahun yang bertujuan untuk mengambil suatu kebijakan-kebijakan dalam organisasi terutama terkait dengan undang-undang terbaru Omnibus No;17/2023.

“Kami perlu menyampaikan dampak-dampak yang timbul pasca undang-undang Omnibus ini. Terutama di wilayah Jawa Timur terdapat 117.000 anggota perawat dari 38 kabupaten dan kota, dimana 17.000 orang di antaranya di Surabaya. Mereka semua ini butuh STR dan SIP, jadi perlu penjelasan,” imbuh Huda.

Lebih lanjut Huda memaparkan kegiatan yang sudah dilaksanakan PPNI Surabaya, diantaranya; bakti sosial di kelurahan dengan Pemkot Surabaya, rekrutmen perawat RS bersama RSUD Dr M Suwandi Surabaya, pelatihan ke gawatdaruratan bersama BPBD Kota Surabaya, Sub PIN Polio dan  memperjuangkan kesejahteraan perawat ke DPRD Surabaya.

Sementara itu Ketua DPW PPNI Jatim Prof. Dr. H. Nursalam, M.Nurs (Hons) mengatakan organisasi akan hidup bila ada tiga hal yaitu orang, tempat dan iuran. Saat ini PPNI sedang diuji untuk tetap solid di organisasi ini karena registrasi ini sangat penting.

“Sebelumnya registrasi STR dan SIPP dilakukan oleh organisasi profesi (PPNI). termasuk beberapa organisasi profesi lain juga mengalami hal yang sama sekitar 9 undang-undang kesehatan yang hilang jadi peran organisasi profesi tidak ada peran sama sekali,” kilah Nur Salam saat memberikan sambutan.

Ditambahkan, dampak lain yaitu diklat yang dulu dikelola organisasi profesi PPNI sekarang semua diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau lembaga yang sudah terakreditasi oleh Pusat. Akibatnya Satuan Kredit Profesi (SKP) yang ada di PPNI sekarang tidak ada, menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan.

“Kita PPNI punya yang namanya pusbank diklat . Kontribusi PPNI dalam pendidikan baik seminar maupun pelatihan menjadi kewenangan koligium yang merupakan kumpulan dari para ahli sekitar 5 perwakilan seluruh Indonesia yang dibentuk dalam koligium tersebut,” ujar Nur Salam.

“Sehingga seakan-akan peran organisasi seperti di amputasi dalam kondisi seperti ini mudah-mudahan kita bisa memperjuangkan melalui kiat-kiat adaptasi, integrasi jadi harus Tangguh, akur dan amanah,” imbuhnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin