Wow, Tradisi “Kawin Lari” Suku Sasak
LOMBOK, FaktualNews.co – Sebuah pernikahan menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh setiap wanita, biasanya digelar dengan pesta perkawinan dengan mengundang sanak saudara ataupun tetangga. Namun, bagaimana jika pernikahan itu dilakukan dengan cara “diculik”?.
Tradisi unik ini hanya bisa ditemukan di pernikahan Suku Sasak di Lombok Nusa Tenggara Barat. Tradisi ini dikenal dengan “kawin lari” di mana anak perempuan akan dilarikan untuk dijadikan istri yang sudah dilakukan sejak lama oleh warga Suku Sasak.
Pria dan perempuan biasanya lebih dulu berjanji untuk bertemu di suatu tempat. Setelah itu perempuan dilarikan oleh pihak pria ke rumah keluarga mereka. Biasanya perempuan diinapkan satu hingga tiga hari.
“Kalau nggak diculik (dilarikan) nggak gentle (seperti laki-laki),” kata salah satu di Desa Sekotong Timur, Lombok Barat, Maeson kepada awak media, Senin (10/7/2017).
Setelah melarikan perempuan, maka akan ada proses besejati, di mana pihak mempelai pria mengirim utusan, yang biasanya adalah tokoh masyarakat. Tugasnya adalah memberitahukan kepada kepala dusun tentang ‘pencurian’ tersebut agar diteruskan ke keluarga perempuan.
Tujuan pemberitahuan tersebut agar “pelarian” diterima dan keduanya disetujui untuk dinikahkan. Selanjutnya akan ada proses Selabar untuk membicarakan soal Pisuke, sejumlah uang atau barang yang diberikan pihak keluarga pria kepada perempuan. Adapun pemberian tersebut untuk biaya syukuran. Bila semua terpenuhi, maka akan segera dilakukan akad nikah.
Setelah resmi maka akan segera dilakukan Sorong Serah, yakni pengumuman resmi pernikahan. Kegiatan ini berupa penyerahan seserahan keluarga laki-laki kepada perempuan sesaat sebelum arak-arakan Nyongkolan sampai ke keluarga perempuan.
Kerap disalahgunakan
Sayangnya, tradisi tersebut kerap disalahgunakan. Beberapa orang menggunakan cara tersebut untuk menikah dengan anak-anak. Kasus tersebut pun biasa ditemui.
Maeson yang juga Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) Sekotong Timur mengatakan dirinya khawatir dengan kondisi tersebut karena anak-anak yang belum bisa memutuskan kemauannya harus menikah.
Anak perempuan yang sudah dilarikan tersebut terpaksa menikah karena secara tradisi sulit untuk menolak. Bila menolak, masyarakat setempat akan menganggapnya aib karena gagal menikah.
Selain itu, pihak dari keluarga laki-laki juga akan berusaha mempertahankan agar pernikahan tetap berlangsung.
“Nah kami concern terhadap kondisi tersebut sehingga berusaha menghentikan pernikahan anak,” kata Maeson.