Soal Kunker Fiktif DPRD Sumenep, Ketua BP2D: Itu Bisa Dipidana
SUMENEP, FaktualNews.co – Aktivis yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Sumenep (FKMS) yang menduduki gedung DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, Kamis (29/03/2018).
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) Hosaini Adhim, menyatakan sangat apresiasi atas evaluasi yang disuarakan mahasiswa.
“Iya saya sangat apresiasi terhadap evaluasi mahasiswa akan kinerja DPRD, meski hal itu memukul bagi anggota DPRD,” kata Hosaini, usai lakukan dialog bersama FMKS diruang Komisi III.
Keterlambatan penyelesaian racangan dari Raperda 2017 tersebut, diakui Hosaini, lantaran deadline waktu. Sedangkan anggota DPRD diberi waktu sejak pertengahan 2017 untuk menyelesaikan 20 Raperda tersebut.
“Kami diberi waktu sejak juni 2017 untuk menyelesaikan itu. Jadi bagaimana kami bisa berlari kencang, wong startnya akhir, jadi dari 20 Raperda hanya terselesaikan 16 saja, dan tersisa 4 Raperda tak terselesaikan,” sambungnya.
Disinggung perihal Kunjungan Kerja (Kunker) DPRD fiktif seperti yang ditudingkan peserta aksi, ia berjanji akan menyelidiki. Jika benar adanya, hal tersebut bisa membuat DPRD ganti baju.
“Kalau memang benar adanya, hal itu bisa dipidana,” pungkasnya.
Sebelumnya, Aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Sumenep (FKMS) menuding anggota DPRD hanya menghabiskan anggaran untuk kegiatan yang tidak jelas. Sehingga, penyelesaian 20 Raperda yang rampung hanya 16 dan disahkan sebagai Perda, 4 Raperda yang tersisa hingga kini masih fiktif.
“Mereka (anggota DPRD,red) gagal dalam menjalankan fungsi legislasinya. Kunjungan kerja hanya dijadikan kesempatan untuk jalan-jalan dengan berkedok tugas. Padahal, hanya untuk menghabiskan anggaran ratusan juta,” teriak salah seorang orator aksi, Mat Sudi.
Menariknya, dalam audensi itu aktivis mahasiswa menuding adanya dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif yang dilakukan anggota dewan. Diduga tidak mengikuti kunker, namun mendapatkan jatah “materi” anggaran. Ini dianggap sangat merugikan masyarakat.
Menurutnya, apa yang dilakukan jelas merugikan masyarakat sekitar. Bahkah, kunker hanya jadikan kesempatan untuk ngelencer untuk berwisata. Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan dampak reses, sebab banyak raperda yang dianggap lelet.