SIDOARJO, FaktualNews.co – Sidang perkara suap dan gatifikasi yang menjerat mantan Ketua DPRD Tulungagung Supriyono di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo mengungkap fakta baru soal aliran uang.
Selain diterima terdakwa setiap sebesar Rp 1 miliar dan jatah Rp 25 juta untuk pengesahan APBD Tulungagung sejak tahun anggaran 2015-2018. Ternyata, uang suap yang diistilahkan ‘ketok palu khusus’ juga diterima anggota dewan lainnya sama seperti Supriyono namun nominalnya berbeda.
“Anggota dewan lain juga menerima,” ucap Hendri Setiawan, Kepala BPKAD Tulungagung yang juga diamini stafnya, Yamani ketika memberikan kesaksian lewat teleconfrence terhubung ke persidangan di Pengadiln Tipikor Surabaya di Sidoarjo, Selasa (14/4/2020).
Untuk anggota dewan lainnya yang menerima uang disebutkan yaitu tiga pimpinan DPRD Tulungagung priode 2014-2019 lainnya yaitu Imam Khambali, Adib Makarim dan Agus Bidiarto. Masing-masing menerima Rp 20 juta.
Bukan hanya sampai disitu, sebanyak 21 anggota dewan priode 2014-2019 yang merupakan anggota Banggar juga menerima uang tersebut. Hanya saja masing-masing anggota Banggar menerima uang Rp 5 juta.
Uang yang diberikan untuk memuluskan pengesahan APBD Tulungagung tahun 2015-2018 tersebut diketahui dan diamini Sahri Mulyo, Bupati Tulungagung priode 2013-2018 yang juga dijadikan saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Sahri Mulyo menjelaskan jika dirinya dilapori Hendry terkait permintaan uang untuk ketok palu bagi anggota dewan sekitar tahun 2014. “Hendry mengatakan permintaan dari Supriyono yang meminta diperhatikan supaya ada sinergitas,” ucapnya.
Ia lalu mengiyakan dan meminta Hendry berkordinasi dengan Sutrisno, Kadis PUPR. Sahri mengklaim mau memberikan uang yang menjadi kebiasaan tersebut karena ada intimidasi.
Sementara terkait uang yang diberikan tersebut diakui saksi Sukarji yang dimintakan Ketua Asosiasi Pengusaha Kontrusksi dari fee 10 persen proyek APBD Tulungagung bersumber dari DAU.
Uang yang dimintakan dengan rincian pada tahun 2014 sebesar Rp 1,5 miliar, 2015 sebesar Rp 3,1 miliar, tahun 2016 sebesar Rp 3,8 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 5,5 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 3,5 miliar. Uang itu lalu diserahkan kepada Sutrisno dan dikembalikan kepada Sukarji.
Baru setelah itu uang tersebut berada di tangan Hendry atas izin Sahri Mulyo hingga diberikan untuk memuluskan ketok palu APBD atau APBDP sejak 2015-2018. Lalu sisanya diberikan ke Sahri Mulyo.
Selain aliran tersebut, dalam fakta persidangan juga terungkap jika ada uang mengalir ke Wakil Bupati Maryoto Birowo yang diberikan Hendry untuk THR dan Sutrisno melalui Sukarji. Bukan hanya itu, terdakwa Supriyono juga terima uang berkali-kali dari Sukarji di luar anggaran ketok palu.
Sementara, JPU KPK juga menyinggung kepada saksi Sutrisno yang memunggut fee uang proyek dari Bantaun Provinsi (Banprov) Jawa Timur, DAU dan DAK yang totalnya puluhan milyar rupiah. “Bapak mengumpulkan dari fee proyek itu kan pak,” tanya JPU KPK yang diamini Sutrisno.
Meski demikian, terungkapnya aliran dana tersebut membuat Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas siapa saja yang terlibat terkait kasus tersebut.
Kusdarwanto, hakim anggota juga menyinggung soal fee 7,5 yang disetor saksi kepada Budi Juniarto, Kabid Fisik Prasarana Bappeda Pemprov Jatim yang nominalnya cukup fantastis tersebut.
“Bu Jaksa dan Pak jaksa harus tuntas habis, yang terlibat sikat habis. Janji ya, nanti kami pertimbangkan di putusan,” pintanya.
Penasehat Hukum terdakwa Supriyono, Anwar Koto juga sepakat dengan majelis hakim agar semua diungkap yang menerima uang tersebut. “Ini biar ada rasa keadilan,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Supriyono, Ketua DPRD Tulungagung priode 2014-2019 didakwa terima suap sebesar Rp 3,6 miliar terkait ketok palu APBD Tulungagung tahun 2015-2018.
Selain didakwa suap, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga mendakwa mantan anggota dewan empat priode tersebut menerima gratifikasi atau hadiah uang total sebesar Rp 1,050 miliar.
Supriyono merupakan terdakwa ketiga dari pejabat di Kabupaten Tulungagung yang diadili setelah Sahri Mulyo, eks Bupati Tulungagung dan Kadis PUPR Sutrisno yang lebih dulu dibawa ke meja hijau di Jalan Juanda Sidoarjo.