Terkait Proses PPDB, Pihak SMAN Mengaku Sama-sama Korban Kebijakan
JEMBER, FaktualNews.co – Terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) online, pihak SMA Negeri mengaku menjadi korban kebijakan. Sebab, semua proses PPDB dilakukan oleh sistem, dan pihak sekolah hanya menerima siswa yang masuk setelah terkonfirmasi diterima.
Hal ini terungkap dalam inspeksi mendadak (Sidak) Komisi A dan D DPRD Kabupaten Jombang ke sejumlah SMA Negeri, pada Rabu (8/7/2020).
Sekretaris Komisi D, Nur Hasan saat sidak ke SMAN 2 Jember mengatakan, pihaknya mengaku kesulitan saat ingin mendapatkan data terkait siapa saja siswa yang diterima dari jalur zonasi beserta alamatnya. Sebab, berbeda dengan sistem tahun lalu, PPDB jalur zonasi pada tahun ini sepenuhnya dilakukan melalui sistem online.
“Tadi ada miskomunikasi sedikit soal itu. Karena soal data ini, pihak SMAN tidak tahu. Sehingga kita akan teruskan minta data ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, tentang calon siswa yang masuk SMA Negeri di Jember menggunakan SKD. Karena semuanya lewat online yang terpusat di Provinsi,” kata Nur Hasan, ke FaktualNews.co di sela-sela sidak.
“Jadi calon pendaftar tidak mendatangi sekolah, cukup dengan mengunduh dokumen persyaratan yang ditentukan. Sehingga kalau bisa ke depan, harus ada perubahan sistem zonasi. Tidak pakai domisili, tapi pakai KK saja,” sambung legislator dari PKS ini.
Secara umum, pihaknya menilai sistem zonasi lebih baik dihapus. Karena jumlah dan sebaran sekolah di beberapa daerah seperti di Jember, masih belum merata.
“Kalau SMP, mungkin jumlahnya agak merata. Tetapi kalau SMA Negeri, tidak. Hanya ada di beberapa kecamatan di Jember, bahkan ada yang tidak memiliki SMA Negeri,” tukasnya.
Dengan temuan dalam sidak itu, Nur Hasan mengakui, ada indikasi penyalahgunaan SKD. “Kita sedang memperjuangkan masyarakat yang menjadi korban surat domisili itu. Ada beberapa kelurahan di Jember Kota yang mengeluarkan SKD dengan umur sekitar satu hingga dua bulan (menjelang dibukanya pendaftaran PPDB),” papar Nur Hasan.
Jika terbukti SKD yang digunakan untuk mendaftar baru berusia satu hingga dua bulan, maka hal itu bisa melanggar aturan teknis yang ditetapkan Dinas Pendidikan Provinsi Jatim. “Syarat umur surat domisili itu minimal satu tahun,” katanya.
Terpisah, Kepala SMAN 2 Jember Edy Suyono mengaku, tidak mengetahui secara jelas siapa saja yang diterima masuk di sekolahnya. Mengingat, sistem zonasi dalam PPDB tersebut terintegrasi secara online.
“Istilahnya mengambil kucing dalam karung. Kita tidak tahu siapa yang diterima dan masuk di sekolah kami. Tahu-tahu mereka sudah datang dengan menunjukkan dokumen sudah diterima melalui sistem elektronik,” kata Edy .
Saat proses pendaftaran PPDB jalur zonasi, pihak sekolah pun hanya bisa melakukan pengecekan atau verifikasi dokumen secara administratif. Termasuk dokumen Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diduga dimanipulasi untuk mensiasati sistem zonasi.
“Verifikasi baik pada Kartu Keluarga (KK) maupun SKD, hanya dilakukan secara acak. Kita hanya mengecek kesesuaian identitas. Apakah dia benar-benar tinggal di alamat tersebut, kita tidak tahu,” sambungnya.
Sesuai aturan, lanjut Edy, Kartu Keluarga (KK) diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil) dengan prosedur yang ketat, sesuai UU Administrasi Kependudukan (Adminduk). Adapun SKD, cukup dikeluarkan kantor Kelurahan atau Desa dan kantor Kecamatan, dengan prosedur yang relatif lebih mudah.
“Kadang kita itu juga bingung dengan sistem zonasi ini. Kita sebenarnya dirugikan dengan sistem zonasi. Kita, baik sekolah maupun wali murid, sama-sama menjadi korban dari sistem zonasi ini,” pangkasnya.