Ada Mafia Tanah Dibalik Penyerobotan Lahan Warga Kembangringgit, Mojokerto?
MOJOKERTO, FaktualNews.co – Ditengah upaya pemerintah pusat membasmi praktik mafia tanah, ironisnya, praktik kotor itu masih dialami warga Dusun Bajangan, Desa Kembangringgit, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Bagaimana tidak, lahan seluas kurang lebih 8.000 meter persegi milik lima warga, justru berpindah tangan tanpa akad jual beli yang sah.
Tanah milik Bagio (58), Sukadi Wandoyo (51), Sumari (45), Mistono (50) dan Handoyo (52) yang dulunya merupakan lahan perkebunan, kini sudah beralih fungsi. Bangunan besar pabrik penyuplai energi, nampak berdiri kokoh di atasnya. Membuat warga pemilik sah tanah tak berdaya dibuatnya.
Upaya perlawanan dengan berbagai cara sudah dilakukan warga pemilik lahan. Dari demonstrasi hingga melapor ke polisi. Namun, tidak ada satupun yang berarti. Hingga saat ini, polisi pun kesulitan melanjutkan penyelidikan kasus ini. Seakan ada tembok besar yang membentengi.
“Saya menduga dibalik pencaplokan lahan warga Desa Kembangringgit ini, ada praktik mafia tanah di dalamnya. Kalau tidak, saya yakin aparat kepolisian mampu dengan cepat dan mudah untuk membongkarnya dan menunjukan siapa pemilik sah tanah tersebut,” ujar Kuasa Hukum warga Desa Kembangringgit korban penyerobotan lahan, Edy Yosef, Selasa (8/1/2018).
Indikasinya adanya permainan mafia tanah dalam kasus ini, menurut Yusep begitu terlihat. Sejak awal mula pembebasan lahan dilakukan oleh pantia pengadaan tanah (PPT) yang dimotori Kepala Desa (Kades) Kembangringgit. Hal itu juga diperkuat dengan kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan dalam proses penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian.
Ketua Posbakumadin Mojokerto ini menuturkan, beberapa kejanggalan yang ditemukan antara lain, terbitnya surat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor : 23 yang diterbitkan kantor Badan Pertanahan Kabupaten Mojokerto tahun 2016. Surat tersebut menjadi dasar PT Sinergi Power Source guna mendirikan pabrik di sebagian lahan milik warga tersebut.
“HGB itu keluar 2016, padahal dumas dilayangkan 2015, kan aneh. Tanah masih sengketa keluar HGB. Kemudian, SPPT (Surat Pembayaran Pajak Terhutang) yang hingga 2017 masih atas nama warga. Namun di 2018, untuk lima SPPT milik warga itu sudah berganti atas nama pihak lain,” tuturnya.
Kejanggalan berikutnya, lanjut Edy, lambannya pihak BPN Kabupaten Mojokerto menyerahkan dokumen Warkah Tanah yang saat ini tengah menjadi sengketa ke pihak kepolisian. Padahal, surat izin dari Kanwil BPN Jawa Timur sudah turun. Hal itu berdasarkan SP2HP Penyidik Kepolisian Nomor : B/139/V/Res.1.12/2018/Reskrim tertanggal 7 Mei 2018.
“Kemudian berdasarkan SP2HP Penyidik Kepolisian Bulan Oktober 2018, salah satu bunyinya Warkah Tanah itu tidak ketemu di BPN Kabupaten Mojokerto. Nah ini lucu lagi. Mana mungkin arsip pertanahan di BPN bisa hilang,” papar Edy.
Tak hanya itu, indikasi lain terkuak saat Edy berupaya mesertifikatkan tiga lahan warga yang bersengketa, dengan mendaftarkan ke BPN Mojokerto di tahun 2018 dengan dasar Letter C. Dalam perjalanannya, proses sertifikasi tanah berjalan lancar. Hingga ia mendapatkan formulir model A. Dalam artian, tanah tersebut tidak dalam sengketa dan memang sesuai dengan dokumen Letter C.
“Bahkan sampai pengukuran juga. Waktu itu, petugas BPN Kabupaten Mojokerto sudah datang ke lokasi untuk mengukur. Tapi di sana petugas tidak berani melanjutkan, karena ada bangunan di atasnya. Ini merupakan bukti bahwa dokumen letter C itu memang sesuai,” terang Edy.
Untuk itu, Edy Yosef mendesak agar aparat kepolisian berani mengungkap dan menyelesaikan kasus ini. Edy pun mengaku tak ingin semena-mena dalam persoalan ini. Ia hanya meminta agar pihak kepolisian bersikap adil dan menunjukan siapa sebenarnya pemilik sah tanah tersebut.
“Meski saya kuasa hukum warga, saya tidak mau menang sendiri. Saya hanya minta polisi membuka siapa sebenarnya pemilik sah tanah dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan lahan yang sah di mata hukum dan negara,” tukasnya.