Kadis PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto Didakwa Terima Gratifikasi Rp 4,020 Miliar
SIDOARJO, FaktualNews.co – Zaenal Abidin, Kepala Dinas PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto tahun 2011-2016 diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo, Kamis (4/6/2020).
Zaenal didakwa menerima gratifikasi total sebesar Rp 4,020 miliar bersama-sama mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).
Gratifikasi tersebut diterima secara bertahap sejak Maret 2015 hingga Agustus 2016 dari Hendarwan Maruszama, rekanan yang memenangkan dan mengerjakan 6 paket proyek pekerjaan di Dinas PU Kabupaten Mojokerto.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengurai bahwa terdakwa menerima gratifikasi Rp 1,270 miliar dari total gratifikasi sebesar Rp 4,020 miliar.
Sementara sisa uang sebesar Rp 2,750 miliar diterima mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). Uang gratifikasi tersebut diterima terdakwa secara bertahap di beberapa tempat.
Pertama diberikan di salah satu hotel di Jakarta Barat sebesar Rp 120 juta. “Uang itu diberikan Hendarwan Maruszama melalui Nisham Fikriyosi dan Duvadilan Ridwan Sembodo kepada terdakwa pada September 2015 silam,” ucap Arif Suhermanto, Andhi Kurniawan dan Dodi Sukmono, JPU KPK ketika membacakan surat dakwaan secara bergantian.
Kemudian, terdakwa kembali menerima uang dari Hendarwan sebesar Rp 150 juta untuk yang kedua kalinya atau dua bulan kemudian pada Nobember 2015 ketika berada di Kantor PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto.
Masih berada di Kantor PU, tepatnya akhir Desember 2015 di halaman parkir, terdakwa Zaenal kembali menerima uang sebesar Rp 750 juta dari orang yang sama melalui Ridwan Arif Abdullah, orang kepercayaan terdakwa.
Sedangkan pemberian terakhir pada bulan Januari 2016, terdakwa kembali menerima cek sebesar Rp 250 juta dari kontraktor yang sama di Kantor PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto.
Arif Suhermanto menjelaskan, sejak terdakwa dan Mustofa Kamal menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp 4,020 miliar itu tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 hari.
Hal itu, lanjut dia, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Padahal penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum,” jelasnya. Sehingga, menurut JPU KPK, bahwa terdakwa dan MKP menrima gratifikasi dalam bentuk uang tersebut haruslah dianggap suap.
“Karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban serta tugasnya,” jelas Arif. Atas perbuatan tersebut, terdakwa diancam pidama menurut pasal 12 B Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Jo pasal 64 KUHP.
Meski demikian, atas dakwaan tersebut akan mengajukan nota keberatan pada sidang pekan depan. “Saya ajukan eksepsi,” ucap terdakwa ketika menyampaikan kepada Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman.